Menurut cerita yang ada bukit Tidar pada abad pertama di jaga oleh
semar tanpa adanya manusia lainnya. Saat itu Jawa masih belum
berpenghuni kecuali mahluk halus. Baru pada tahun 88 M, rombongan
orang Keling menghuni bukit Tidar dan sekitarnya setelah pemasangan
tumbal di lima lokasi di Jawa salah satunya di bukit Tidar.
Seiring dengan dengan waktu bukit tidar mulai dihuni manusia walaupun
sampai saat ini masih sangat sulit diketemukan data-data tentang bukit
Tidar pada jaman pra kerajaan Mataram.
Baru pada babad alas Kedu Mataram Baru,
bukit Tidar kembali menorehkan cerita. diceritakan
sejak Gunung Merapi
meletus tahun 1006, tanah Magelang banyak tertimbun tumpahan lahar yang
mengakibatkan banyaknya manusia yang mati dan menjadikan tanah Magelang
ditinggalkan banyak penghuninya yang selamat dalam bencana gunung
meletus. Kawasan alas Kedu sudah banyak dihuni manusia namun sering
menderita sakit karena diganggu oleh penunggunya yaitu Raja Jin bernama
Sepanjang.
Pada saat babad alas terjadi pertempuran antara prajurit Mataram
dengan para jin anak buah Jin Sepanjang. Dari pertempuran itu banyak
prajurit Mataram yang tewas. Kyai Kramat, Nyai Bogem, Patih Mertoyudo
dan Raden Krincing kalah dan terbunuh. Nama-nama itu kemudian
dijadikan nama desa dan kampung yang masih ada sampai saat ini, yaitu
Desa Kramat di ujung Utara kota, kampung Bogeman, Mertoyudan di sebelah
selatan kota Magelang dan Krincing berada di Timur desa Kramat.
Panembahan Senopati yang melihat banyaknya prajurit yang terbunuh
kemudian memerintahkan supaya Sepanjang dikepung, tidak dilawan
satu-satu. Pengepungan dilakukan dengan rapat sehingga tidak bisa
lolos. Dalam bahasa Jawa pengepungan melingkar seperti gelang
(pengepungan di bukit Tidar disebut Atengpung Temu gelang (berubah
jadi Magelang). Dalam pengepungan itu Sepanjang berubah menjadi
tombak.
Pada jaman kolonial Belanda, Bukit Tidar tenggelam dari cerita.
Belum ditemukan cerita yang mengisahkan tentang bukit Tidar. Baru pada
jaman Periode Perjuangan Fisik (1945-1950) , Bukit Tidar dijadikan
tonggak keberhasilan pemuda setempat untuk mengukir kemenangan atas
pen”duduk”an wilayah Magelang pada 25 September 1945. Berawal dari satu
hari sebelumnya terjadi peristiwa penyobekan plakat Merah Putih di
Hotel Nitaka dan gagalnya kesepakatan, kemudian berlanjut pada pagi
harinya pelajar bersama-sama rakyat berduyun-duyun naik ke bukit Tidar
dan dilakukan upacara disertai pengibaran bendera Merah Putih di puncak
Bukit Tidar.
Saat ini di bukit Tidar ada tiga makam yang dianggap sebagai tokoh
awal Magelang. Jika kita naik bukit Tidar melewati jalan bebatuan yang
saat ini sudah tersedia dengan rapi, pertama kali kita akan menjumpai
makam Syeh Subakir yang menurut juru kunci merupakan tokoh yang menyebarkan
Islam di tanah Magelang. Pada singgahan kedua ada makam Sepanjang.
Di dekat puncak bukit Tidar bisa kita temukan makam Eyang Samsu (yang
menurut juru kunci Eyang Samsu adalah orang pertama yang menyebarkan
agama Hindhu). Apakah yang dimaksud eyang Samsu ini adalah Patih Amirul
Samsu seperti yang diceritakan sebagai patih dari Rum). Ada juga
penyebutan nama Syeh Ali Samsu Zein atau Maulana Ali Samsu Zein.Dan ada makam Mbah Kyai Semar dengan bangunan yang sangat unik.
Jarak waktu yang bisa ditempuh dari bawah ke puncak bukit Tidar
kurang lebih hanya 30 menit saja dengan kondisi berjalan santai. Jika
kita lewat jalan sebelah Timur lembah Tidar, kita bisa menjumpai dahulu
juru kunci Bukit Tidar dan kalau membawa motor/mobil bisa parkir di
tempat parkir yang telah disediakan. Sejak dahulu bukit tidar
dijadikan petilasan dan banyak didatangi masyarakat lokal dan dari luar
Magelang baik untuk sekedar jalan-jalan/wisata maupun wisata ziarah.
0 komentar:
Posting Komentar